CadhetanSRK
Kebanggaan Ku
Kabupaten KebumenThe Gayeng of java
2024-05-03 19:25
Beranda|Blog|Patner Links|Tentang|Kontak|Sitemap|Privacy|TOS
______________________________________

LogoLogoLogoLogoLogoLogoLogo

Imgsonic/hawk.gif Imgsonic/hawk.gif Imgsonic/hawk.gif Imgsonic/hawk.gif Imgsonic/hawk.gif Imgsonic/hawk.gif Imgsonic/hawk.gif Imgsonic/hawk.gif


Makam Mbah Lancing
Sumber : Ki Petruk Kabumian.

Cungkup makam mbah Lancing bergaya joglo dengan dinding kayu di kiri kanan berbentuk sepasang daun pintu berukir, mengapit pintu masuk makam yang sebenarnya.

Tengara Cagar Budaya di sebelah kiri cungkup berbunyi “Makam Mbah Lancing Mirit”.
Bagian dalam cungkup dengan pilar-pilar kayu berukir, yang ternyata tidak ada makam di dalamnya.

Di ujung ruangan ada tulisan “Makam Eyang Agung Lancing”, dengan kain beludru digelar di atas lantai di kiri kanan ruangan sebagai tempat duduk peziarah.

Rupanya Makam Mbah Lancing justru ada di belakang cungkup, di tempat terbuka tanpa atap. Entah karena permintaannya sendiri atau ada kisah lain yang saya tidak tahu tentang pengaturan yang cukup unik ini.

Mbah Lancing adalah seorang wali. Ia dianggap berperan penting dalam penyebaran Islam di pesisir selatan tanah jawa, dan bersama Mbah Kyai Marwi merintis permukiman di Desa Mirit.

Pada Jumat Kliwon para peziarah biasanya berdiam di makam sampai subuh, untuk membaca tahlilan dan Surat Yasin.
Makam Mbah Lancing yang sangat unik, dengan tumpukan kain batik menggunung di atas pusaranya.
Di sebelah Makam Mbah Lancing adalah makam ayahnya yang bernama Kyai Ketijoyo.
Satu makam lagi terpisah di sebelah kanan ditutupi kain hijau adalah makam Kyai Dipodrono, putera Wonoyuda Halus.

Mbah Lancing terhitung paman dari Wonoyudo Halus (Wongsojoyo V).
Tumpukan kain batik yang disebut sinjang itu berasal dari para peziarah yang terkabul doanya, sebagai ungkap syukur.

Orang harus datang ke juru kunci jika hendak meletakkan sinjang di atas Makam Mbah Lancing, dan sinjangnya tidak boleh dibeli di pasar. Juru kunci akan meminta seorang wanita, dengan syarat-syarat tertentu, untuk membatik sinjangnya.

Konon semasa hidupnya Mbah Lancing senang memakai kain batik untuk bebedan (lancingan), sehingga kemana pun pergi ia selalu memakai lancing, dan karena itu ia disebut Mbah Lancing.Karena itu pula tampaknya persembahan untuk Mbah Lancing dilakukan dengan menumpuk kain batik di atas pusaranya.

Pada silsilah disebutkan bahwa Brawijaya V dengan Dewi Penges (Reksolani) berputra Ario Damar (Adipati Palembang). Ario Damar dengan Putri Cempo (Campa) berputra Ario Timbal (Raden Kusen, Adipati Terung).

Raden Kusen inilah yang membunuh Sunan Ngudung (Ayah Sunan Kudus), setelah sebelumnya Sunan Ngudung membunuh Ki Ageng Pengging Sepuh (Prabu Handayaningrat/Kakek Djoko Tingkir) dalam perang antara Majapahit melawan Demak.

Putri Campa sebelumnya adalah istri Brawijaya V dan berputra Raden Patah.
Raden Kusen berputra :

1- Ki Ageng Yudotaligrantung dan
2- Raden Carangnolo.
Raden Carangnolo berputra Wonoyudo Inggil (Wongsojoyo I, Kyai Wirotanu).
Wonoyudo Inggil berputra :
1-Kyai Ketijoyo (ayah Mbah Lancing),
2- Wonoyudo Lante (Wongsojoyo II), dan
3- Wonoyudo Pamecut (Wongsojoyo III).
Adapun nama asli Mbah Lancing adalah Abdulloh iman yang di sebut Kyai Baji.

Di sekitar Makam Mbah Lancing juga ada makam lain yang sering dikunjungi peziarah, yaitu Makam Eyang Wongsojoyo, Makam Eyang Wonoyudo Inggil, dan Makam Eyang Wonoyudo Kantong.


Share

Online : 1 user
Hari ini : 1 user
Minggu ini : 1 user
Bulan ini : 1 user
Total all : 18311 Visitor
PENGUNJUNG

pacman, rainbows, and roller s